hariansuara.com - Di tengah praktik perekonomian modern sekarang, istilah transaksi keuangan syariah atau Muamalah Syariah kian lazim terdengar di masyarakat Tanah Air. Ini tak lepas dari kiprah Majelis Ulama Indonesia, dunia pendidikan, para pemerhati dan praktisi keuangan, serta media massa dalam mengenalkan keuangan syariah.
Keuangan syariah diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya umat muslim agar terhindar dari transaksi riba. Diketahui, riba ditandai dengan penerapan bunga saat dilakukan transaksi pinjam-meminjam uang. Sebenarnya apa definisi riba itu?
Mari simak penjelasan praktisi keuangan syariah, Susi Agus Purnomosidi SE QIA, kepada hariansuara.com:
Hukum Islam mengatur segala sektor kehidupan manusia, termasuk dalam konteks keuangan. Riba adalah konsep yang merujuk pada pemberlakuan bunga atau keuntungan tambahan dalam transaksi pinjaman uang atau perdagangan secara tidak adil. Peminjam uang mengalami ketidakadilan dan eksploatasi.
Karena itu, Islam melarang dan mengharamkan praktik riba. Apa pun jenisnya, termasuk Riba Nasa', Riba Nasi’ah, Riba Fadhl, Riba Qardh, maupun Riba Jahiliyah. Singkat keterangan, Riba Nasa' terjadi pada jual beli barang ribawi yang penyerahan objeknya tidak secara tunai. Misalnya, jual beli mata uang yang berbeda secara tidak tunai.
Kemudian Riba Nasi'ah ketika mengutangi uang dalam batas waktu tertentu dengan syarat berbunga. Adapun Riba Fadhl ketika transaksi tukar-menukar barang sejenis ditetapkan imbalan berupa tambahan.
Terakhir adalah Riba Jahiliyah yaitu tambahan dari jumlah utang jika si peminjam tidak dapat membayar kewajibannya saat jatuh tempo, contohnya kartu kredit.
Keuangan Syariah Solusi Hindari Riba
Sudah berurat berakar, riba masuk dalam praktik perekonomian modern masyarakat. Akibatnya, riba dipandang lumrah, lagi biasa. Jadi, tatkala muncul sistem keuangan syariah sebagai solusi keluar dari riba, masyarakat menganggap sistem keuangan atau muamalah syariah itu tak beda dari praktik ekonomi yang mengandung riba.
Padahal muamalah syariah yang bersumber pada Al Quran, Sunnah dan Ijma Ulama. Jadi, esensi dan wujud aplikasi konsep ekonominya berbeda. Ada akad-akad seperti jual beli (murabahah), bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), dan sewa (ijarah) serta akad-akad turunan lainnya.
Di sini, imbuh Susi Agus Purnomosidi, penting masyarakat menyimak Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan begitu masyarakat akan benar-benar paham akan esensi akad-akad mana yang diharamkan dalam Islam, seperti riba, gharar, maisir dan akad batil lainnya.
Lebih lanjut dibagikannya 10 tip menghindari riba dalam praktik perekonomian modern saat ini:
1. Mempelajari Hukum Riba dan mengenal jenis-jenis riba, baik dalam praktik jual beli dan pinjam-meminjam.
2. Belajar dan meminta informasi kepada praktisi keuangan syariah.
3. Mengenal dan menggunakan produk keuangan syariah. Ada berbagai jenis bank syariah, asuransi syariah, maupun investasi syariah.
4. Ketika melakukan transaksi jual-beli, usahakan menggunakan harga tetap dan pembayaran tunai.
5. Sebisa mungkin hindari pinjam-meminjam uang dengan tambahan (bunga) dari nilai pokok dan dikenakan denda saat terlambat membayar dihitung dari nilai pokok pinjaman.
6. Dalam muamalah syariah, gunakan akad-akad kerja sama dengan konsep bagi hasil, seperti musyarakah, mudharabah, murabahah dengan kejelasan dalam penentuan jenis barang dan keuntungan yang diperjualbelikan.
7. Menabung di perbankan syariah sebagai investasi dan juga pengelolaan keuangan pribadi.
8. Memprioritaskan kebutuhan hidup sehingga terhindari dari pinjaman yang berbunga.
9. Niat yang kuat dan ikhlas menghindari riba demi mengharapkan ridha Allah.
10. Berdoa terus-menerus agar Allah memudahkan langkah dalam mengindari riba. (*) MelHap/MTS Foto: ISTIMEWA
Lakukan login terlebih dahulu untuk menambah komentar dan voting
KOMENTAR TERBARU