Login

Username / Email :
Password :
Forgot Password Sign Up
Belum memiliki akun? Daftar Sekarang!
Close [x]
Nasional

Kementerian Koperasi dan Agenda Transformasi 

Ekonomi & Bisnis
23 Oct 2024
Kementerian Koperasi dan Agenda Transformasi 

hariansuara.com - Presiden Prabowo Subianto baru saja melantik di Kabinet Merah Putih, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, yang dibantu Wakil Menteri  Koperasi, Ferry Juliantono. Banyak suara di masyarakat berharap besar dengan kebijakan Presiden Prabowo yang memisahkan antara Kementerian Koperasi dari Kementerian Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) ini. 

Salah satunya, diutarakan oleh CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto. Kepada hariansuara.com disampaikannya secara tertulis: 

Satu hal menarik dalam pembentukan Kabinet Merah Putih, nomenklatur Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dipisah menjadi Kementerian Koperasi dan Kementerian UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).  

Sebagaimana kita tahu, nomenklatur yang disatukan tersebut selama ini telah menancapkan persepsi ke masyarakat bahwa koperasi itu seakan disamaartikan dengan usaha mikro, kecil, lemah dan gurem.

Padahal koperasi itu dalam konteks mikroorganisasi adalah sebuah badan hukum (persona ficta) yang sama dengan Perseroan, Perkumpulan atau Yayasan. Tidak ada kementerian yang mengatur badan hukum lainnya tersebut. 

Akibat dari penyatuan nomenklatur tersebut pada akhirnya membawa paradigma pembangunan koperasi yang terjerumus ke jalan yang keliru. Koperasi akhirnya menjadi sebuah entitas bisnis yang seakan perlu terus dilakukan pembinaan yang sesungguhnya justru berperan 'membinasakan' koperasi. 

Koperasi yang khitohnya sebagai entitas bisnis yang mandiri dan otonom menjadi terlalu banyak diintervensi dan dijadikan obyek kebijakan pemerintah semata. Sehingga koperasi menjadi lemah, karena kehilangan prakarsanya dan mengalami sindrom ketergantungan. 

Koperasi yang muncul akhirnya didominasi oleh para 'profit seeker' dan makelar program untuk semata memanfaatkan akses program bantuan pemerintah seperti akses kredit lunak, atau penerima  belas kasihan dari lembaga lain. Sehingga posisinya menjadi sub-ordinat terhadap lembaga, dan bukan setara dan berkembang secara natural dan organik. 

Dalam perkembangan jumlah statistiknya, koperasi bahkan pernah dalam satu tahun mengalami pelompatan jumlah fantastis hingga hampir seratus persen karena distimulasi program pemerintah terutama Kredit Usaha Tani (KUT).

Hal ini terjadi ketika era awal reformasi, dari jumlah koperasi sekitar 47 ribu menjadi 98 ribu (Kemenkop dan UKM).  Trend yang terus berlanjut hingga pada akhir 2014 mencapai puncaknya menjadi 212.342 koperasi dan mencatatkan  sebagai negara dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia.  

Masalahnya adalah, dari jumlah koperasi yang besar itu, ternyata di dalam praktiknya tidak menunjukkan besarnya kualitas dan manfaat dari anggotanya. Menurut catatan Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) tahun 2014, ada sekitar 73 persen tenyata tidak aktif dan kemudian hanya 7 persen yang aktif. 

Dari jumlah koperasi 7 persen yang aktif itu pun, ternyata ketika ditelisik lagi, hanya 3 persenan yang konsisten dikembangkan sebagai basis entitas koperasi yang benar  genuine dan menjalankan prinsip-prinsip koperasi. Sisanya, masih didominasi oleh koperasi-koperasi palsu, abal abal, papan nama dan para rentenir yang meminjam 'baju koperasi' untuk tujuan bisnis, mengeruk keuntungan pribadi. Akibatnya, semakin menjadikan citra buruk bagi koperasi. 

Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung G. Puspayoga, ketika memimpin Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2014 mengawali upaya untuk memperbaiki citranya dengan melalukan pembubaran sekitar 62 ribu koperasi. Sesuatu yang kemudian tidak dilanjutkan oleh Menteri Koperasi dan UKM berikutnya, Teten Masduki. 

Koperasi akhirnya semakin runyam citranya dengan munculnya kasus-kasus penipuan berkedok koperasi. Bahkan tercatat sebagai kasus terbesar dalam sejarah perkoperasian Indonesia dengan kerugian dari pihak masyarakat bernilai hingga ratusan triliun rupiah dan masih menyisakan masalah hingga saat ini. 

Koperasi dalam kondisi seperti itu akhirnya tak hanya sulit berkembang, tapi juga mengalami stagnasi. Dalam sepuluh tahun rata-rata terakhir nilai putaran bisnisnya dibandingkan dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 1,14 persen (Suroto, 2023). Sebuah angka yang jauh dari istilah koperasi sebagai Soko Guru, tiang utama, atau tiang penyangga ekonomi. Sebagai tiang pinggiran pun tidak mampu. 

Ibarat koperasi itu adalah tanaman pohon jati yang kita harapkan tumbuh rimbun, ternyata justru mati dikerumuni semak belukar. Hutan jati itu tidak tampak. Yang tampak adalah semak belukarnya. 

Transformasi Besar

Koperasi, ketika awal mula berdiri pertama kali di Rochdale, Inggris pada 1844, 28 pendirinya secara jelas dan tegas mendeklarasikannya sebagai sebuah organisasi bisnis yang mandiri. Mereka kembangkan koperasi sebagai sebuah upaya untuk menjawab kebutuhan riil anggotanya, bukan didirikan untuk mengejar bantuan apa lagi menipu anggotanya. 

Prinsip dasar koperasi sebagai organisasi otonom, mandiri dan demokratis yang dikembangkan dari oleh dan untuk anggotanya itu tumbuh berkembang dan menjadi inspirasi bagi berkembangnya koperasi di seluruh dunia. 

Menurut laporan International Cooperative Alliance (ICA), persekutuan  organisasi  koperasi dunia, saat ini ada sekitar 3 juta koperasi, beroperasi di lebih dari 100 negara di dunia. Dimiliki oleh 1,3 miliar anggota individu (ICA, 2023).

Peranan koperasi ini juga telah diakui oleh dunia. Pada 2016, gerakan koperasi diakui oleh UNESCO sebagai bentuk warisan dunia, bukan benda (intangible herritage). Dan hal yang menggembirakan lagi adalah, pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 2023 lalu, bahwa 2025 mendatang ditetapkan sebagai Tahun Koperasi Internasional (International Year Cooperative). 

Artinya, sepanjang 2025 mendatang koperasi mendapatkan momentumnya dirayakan sepanjang tahun oleh negara-negara anggota PBB dan semua lembaga pendukungnya sebagai tahun mempromosikan kebaikan dari jalan koperasi, jalan keadilan ekonomi. 

Mengawali perayaannya, ICA pada awal 2024, bekerja sama dengan lembaga riset Euricse, telah merilis 300 koperasi besar dunia. Dari putaran bisnis 300 koperasi tersebut kurang lebih sama nilainya dengan PDB negara Italia sekitar 35 ribu triliun rupiah. Hanya sayang, dari 300 koperasi besar itu tak satupun yang berasal dari Indonesia. 

Mari Pak Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dan Pak Wakil Menteri  Koperasi Ferry Juliantono segera melakukan transformasi koperasi. Selamat bekerja. Semoga gagasan pemisahan Kementerian Koperasi dari UMKM membawa makna akan perubahan dan menjadi warisan penting bagi masa depan serta mampu menjadikan koperasi sebagai alat demokratisasi ekonomi sesuai Konstutusi. (*) MTS           Foto: Dok Pri

TANGGAPAN ANDA MENGENAI BERITA INI

Senang

0

Tidak Peduli

0

Marah

0

Sedih

0

Takjub

0

Lakukan login terlebih dahulu untuk menambah komentar dan voting

KOMENTAR TERBARU

X