hariansuara.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas melaporkan di tengah tekanan Pandemi Corona Covid-19 kondisi rumah layak huni di Tanah Air sangat rendah. Kondisi demikian dikhawatirkan jadi klaster penyebaran virus berbahaya itu.
Direktur Perkotaan, Perumahan dan Pemukiman Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti menyampaikan, jumlah rumah layak huni hingga saat ini di Indonesia hanya sebanyak 54,1 persen. Ditargetkan, pada 2024 baru bisa sebanyak 70 persen.
"Masih rendah karena kalau data sisi indikator makro rumah layak huni kita baru 54 persen. Target kita ke depan 2024 sekitar 70 persen," kata Tri Dewi dalam keterangannya secara virtual, Senin, 28 September 2020.
Tri menjelaskan, setidaknya ada empat indikator terkait status rumah layak huni atau tidak. Pertama, kelayakan atau kualitas fisik bangunan, kedua luas bangunan, ketiga akses air dan keempat akses sanitasi.
Dia menyebut empat indikator ini jadi hal penting dalam persoalan rumah kumuh.
"Kalau kelayakan bangunan dan luasan 90 persen memenuhi syarat. Tapi, kalau bicara infrastruktur dasar, akses sanitasi, menyebabkan kondisi rumah layak jadi turun sehingga memang infrastruktur dasar perlu kita perhatikan," jelas dia.
Maka itu, ia merujuk dokumen Policy and Programmatic Framework UN Habitat diketahui pemukiman kumuh dan informal termasuk yang paling rentan secara kesehatan. Selain itu, kondisi ini juga memengaruhi sektor ekonomi masyarakat.
Menurut dia, kondisi rumah tak layak huni ini masih ada di wilayah Ibu Kota Jakarta. Kata dia, untuk Jakarta itu terbanyak ada di Jakarta Utara.
"Itu menjadi salah satu daerah penyebaran Covid-19 cukup besar, contohnya kemarin ada yang tinggal satu di Jakarta Utara," tutur dia. (*) umi/zai FOTO: Rumah tidak layak huni/ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Lakukan login terlebih dahulu untuk menambah komentar dan voting
KOMENTAR TERBARU