hariansuara.com - Tawaran kredit datang seliweran mengepung kita. Macam-macam bentuknya. Namun, intinya semua merayu dengan iming-iming yang mengenakkan dan memudahkan segala urusan kita. Bila kita tergoda, akhirnya kredit secara pasti bisa berbalik menjerat kemerdekaan finansial dan kebahagiaan kita.
Bagaimana tidak? Kredit ini membuat kita jadi berutang, semula jumlah utang jutaan rupiah saja, bisa membengkak hingga puluhan, bahkan pada kasus tertentu bisa menjadi ratusan juta.
Karena itulah di banyak kesempatan, pakar keuangan mewanti-wanti agar kita waspada terhadap rayuan kredit. Katanya, cermatlah memilah mana yang menjadi kebutuhan dan mana keinginan. Prioritaskan sesuatu yang kita butuhkan, a must.
Bukan keinginan yang sifatnya sekunder, bahkan tersier dan lebih ke gengsi dan gaya hidup. Selalu, kalkulasikan kemampuan finansial kita sebelum membeli atau mengambil kredit. Jangan sampai terseok-seok mengejar setoran untuk membayar cicilan.
Berikut ulasan pakar keuangan agar kita selamat dari rayuan kredit:
Bunga Kredit itu Tinggi dan Membebani
Penting ditulis dengan tinta merah, bahwa kredit, terutama yang berjangka waktu panjang seringkali disertai bunga cukup besar. Bila dijumlah total, bunga ini bisa seharga barang yang kita beli. Membeli rumah atau kendaraan, misalnya, bunganya bisa puluhan hingga ratusan juta rupiah bila dihitung semasa cicilan.
Kewajiban Bulanan yang Tetap
Mengambil kredit berarti menambah daftar kewajiban pembayaran bulanan. Ini bisa mengancam anggaran rumah tangga. Jika penghasilan hanya pas untuk kebutuhan keluarga dan tagihan listrik, maka adanya kredit ini bisa merusak stabilitas keuangan. Bisa-bisa, untuk membayar tagihan rutin terabaikan.
Risiko Gagal Bayar
Hidup tidak selamanya mulus. Situasi bisa berubah tak terkendali. Entah kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau keadaan darurat lainnya. Ini tentu mengancam kemampuan membayar cicilan kredit. Gagal bayar melambungkan penalti bunga lebih tinggi, ditambah denda keterlambatan.
Mengurangi Fleksibilitas Keuangan
Kredit mengurangi fleksibilitas keuangan keluarga. Sebagian besar pendapatan dilarikan untuk melunasi cicilan. Alhasil, sulit menyisihkan uang untuk ditabung atau tak ada dana untuk situasi darurat. Apa lagi untuk berinvestasi atau memulai usaha lain untuk menambah pemasukan.
Utang Berkepanjangan
Kredit jangka panjang, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dengan jangka waktu peminjaman (tenor) 20-30 tahun. Selama puluhan tahun itu, uang untuk mencicil kredit, kebebasan finansial terbatasi, dan peluang untuk mengatur keuangan juga terbelenggu.
Efek pada Skor Kredit
Risiko telat membayar kredit tepat waktu (due date) akan merusak skor kredit. Istilahnya, pada BI Checking atau sekarang disebut Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi buruk. Akibatnya, di masa depan jadi sulit mengakses kredit, atau kalaupun mendapat pinjaman akan dikenakan suku bunga lebih tinggi.
Memicu Kebiasaan Konsumtif
Punya akses mendapatkan kredit kerap membuat seseorang jadi konsumtif. Mudah tergoda membeli barang yang bukan kebutuhan mendesak. Gaya hidup konsumtif ini tidak sehat. Justru membuat kita terlilit utang.
Syukurlah, Anda belum terbuai fasilitas kredit yang memberi harapan palsu. Simak juga tip alternatif dari pakar keuangan:
Menabung Terlebih Dulu Sebelum Membeli
Berpikirlah realistis dan cermat seberapa kemampuan finasial. Bila belum bisa membeli rumah, kontrak dulu tak apa, sambil terus menabung. Tabungan ini bisa jadi modal untuk merintis usaha baru yang akan menggemukkan tabungan.
Sewa atau Membeli Secara Tunai
Sebisa mungkin ambil jalan menyewa atau membeli barang secara tunai. Tak punya kendaraan? Bukan masalah. Toh sarana transportasi umum sudah lebih baik sekarang. Ada kereta listrik, angkot atau order ojek online.
Menghindari kredit menjaga stabilitas finansial. Selain itu juga menghindari beban mental dan stres berkepanjangan akibat utang kredit. (*) Melsh/MTS Foto: freepik
Lakukan login terlebih dahulu untuk menambah komentar dan voting
KOMENTAR TERBARU