
hariansuara.com - Manusia adalah anugerah paling baik dan mulia di atas bumi ini. Tak terbilang karunia yang Allah limpahkan kepada manusia. Hamparan alam di dunia ini Allah tundukkan menjadi rezeki untuk kemudahan hidup manusia.
Namun, ironisnya, manusia tak pandai mensyukuri nikmat Allah. Kalah dari burung, rumput dan laut yang terus bertasbih, memuji dan bersyukur atas kasih sayang Allah. Selagi umur masih dikandung badan, mari kita renungkan buah pikir rahimahullah, K.H. Sholahuddin Al Ayubi, pendiri Pondok Pesantren Darussalam Al-Bisri di Cilengsar, Loji, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Kepada hariansuara.com, Ustadz Ayub, sapaannya, pernah mengurai dengan gaya bahasanya yang mudah dicerna tentang luar biasanya anugerah Allah kepada manusia, lelaki dan perempuan. Sejak dalam kandungan ibu, katanya, Allah memelihara kita, lalu menyempurnakan fungsi organ tubuh hingga akhirnya siap lahir ke dunia.
Tanpa harus meminta, Allah sudah siapkan makanan terbaik kita berupa air susu ibu yang bernilai gizi sempurna. Anugerah yang sangat berarti, Allah berikan seorang ibu yang dengan sepenuh hati mengandung, melahirkan dan membesarkan kita. Juga seorang bapak yang bertanggung jawab kepada keluarga. Alhamdulillah, Yaa Allah. Terima kasih, Ibu dan Bapak!
Anugerah Allah tidak sanggup kita menghitungnya. Karenanya, sangatlah wajib kita mensyukuri anugerah-Nya. Tanpa harus meminta, Allah jadikan manusia pertama dan keturunan bani Adam dalam bentuk yang sempurna dan menjadi khalifah, pimpinan di muka bumi, seperti tertulis di dalam Surat Al Baqarah Ayat 30.
Allah sempurnakan anugerah-Nya bagi manusia tidak hanya di dunia ini. Melainkan Allah ciptakan surga untuk manusia. Bukan untuk iblis dan setan.
Rezeki dari gunung Allah turunkan, hujan turun ke bumi, lalu menumbuhkan sayur mayur dan segala bebijian untuk dikonsumsi manusia. Termasuk manusia mendatangkan rezeki dari diri manusia sendiri. Sebagai contoh, katanya, perempuan di usia produktif mengalami menstruasi. Ditandai dengan keluarnya darah yang menjijikkan, tetapi di tangan pengusaha, kondisi ini justru memicu kreativitas mereka, sekaligus jadi sumber rezeki. Mereka ciptakan pembalut. Pun, diapers untuk menampung buang air kecil maupun air besar si buah hati.
Saudara-saudara kita yang berprofesi sebagai dokter, tidak pernah mereka berdoa agar orang se-Indonesia jatuh sakit. Mereka berdoa mohon rezeki dari Allah, Sang Maha Kaya. Kemudian datanglah kepadanya manusia dengan gangguan kesehatan seperti ambeien, sakit perut, darah tinggi, kembung dan sebagainya. Penyakit ini mendatangkan rezeki, kekayaan, untuk si dokter. Hakikatnya, dokter beroleh rezeki dari manusia yang sakit. Ini anugerah dari Allah SWT.
Rezeki Allah itu sangatlah luas. "Coba dijawab ya, bila ditanya, apakah manusia memakan rumput? Tentu jawabnya, tidak. Tetapi, sejatinya, rumput itu anugerah Allah bagi manusia. Simak, bagaimana rumput dimakan sapi dan kambing, lalu hewan itu tumbuh besar dan disembelih. Dagingnya diolah menjadi sate, sop atau gulai yang disantap manusia dengan lahap. Secara tidak langsung, manusia menikmati anugerah Allah dari rumput ini."
Begitu pula hakikatnya dengan anugerah berupa gabah yang dimakan ayam, lalu manusia menikmati daging ayam dalam bermacam olahan. Masih banyak lagi rezeki Allah di darat, langit dan bumi. Tak terhitung.
Kemudian anugerah mulia dari Allah kita dapatkan tanpa meminta. Allah takdirkan kita lahir di Indonesia dan menjadi umat Rasulullah SAW, Nabi akhir zaman. Beranjak dewasa, kita bertemu jodoh, lalu mendapatkan keturunan. Ini semua rezeki dari Allah SWT. Jadi, yang disebut rezeki itu tak melulu berupa fulus, money atau uang.
"Sekali lagi, jangan ya kita mudah mengeluh. Kita harus lebih pandai bersyukur, tidak kalah sama angin. Sejak bumi tercipta, angin tidak tampak, tetapi dia terus bertasbih kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya. Sebagai ciptaan Allah yang sempurna, diberi akal pikiran, mari kita jadikan rasa syukur, qonaah, sebagai gaya hidup kita," tandas Ustadz Ayub yang masih terngiang nasihatnya untuk pandai bersyukur. Al Fatihah untuk Rahimahullah K.H. Sholahuddin Al Ayubi. (*) Melia Hapsarani/MTS Foto: Dok Pri
Lakukan login terlebih dahulu untuk menambah komentar dan voting
KOMENTAR TERBARU